Apa Makna Ibadah Sesungguhnya???
Sebagai seorang muslim dan
muslimah tentunya kita sudah memahami bila ibadah itu sebuah perintah.
Hanya saja, terkadang sebagian kita telah keliru memahami siapa
sesungguhnya yang memerintah dirinya untuk beribadah.
Ada yang
merasa ia diperintah untuk beribadah kepada Alloh oleh orang lain — bisa
seorang guru, ustadz, kiai, saudara, teman, atau bahkan orang tua atau
suami — sehingga seseorang masih saja enggan beribadah lantaran
kekeliruannya memahami dari mana asal
perintah ibadah.
Maka sepatutnya diketahui bahwa orang lain siapa pun ia yang
menyerukan peribadahan kepada kita hanyalah sebagai penyampai perintah
Alloh azza wajalla yang tersebut dalam ayat-ayat al-Qur’an maupun
hadits-hadits Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam yang shohih kepada
kita semata, sedangkan asal perintah ibadah itu sesungguhnya dari Alloh
azza wajalla Dzat yang tidak boleh dimaksiati dengan kemaksiatan
apapun. Peran orang lain tersebut telah Alloh sebutkan dalam firman-Nya
(yang artinya):
Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah
Alloh) dengan jelas. (QS. Yasin [36]: 17)
Maka ketahuilah bahwa Alloh subhanahu wata’ala telah memerintah seru
sekalian manusia, tentunya termasuk kita semua, untuk beribadah
kepada-Nya semata. Dia azza wajalla berfirman (yang artinya):
Hai manusia, ibadahilah Robbmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. (QS.
al-Baqoroh [2]: 21)
Masih banyak ayat-ayat al-Qur’an maupun hadits-hadits Rosululloh
shallallahu ‘alaihi wasallam yang berisi perintah Alloh azza wajalla
agar manusia beribadah kepada-Nya semata, namun ayat di atas cukup
mewakili semuanya, sehingga jelas bagi kita bahwa perintah beribadah itu
dari Alloh azza wajalla bukan dari orang lain. Tugas dan kewajiban kita
sekadar memahami dengan benar apa hakikat ibadah yang kita diperintah
untuk melakukannya, dan bagaimana kita harus melakukannya?
Fadhilah Ibadah
Ibadah adalah sesuatu yang sangat agung dan begitu tinggi
manzilah
(kedudukan)nya di sisi Alloh azza wajalla.
IBADAH mempunyai
keutamaan yang begitu istimewa, di antaranya:
1. Puncak kecintaan dan keridhoan Alloh subhanahu wata’ala
ada pada ibadah. Alloh azza wajalla telah menciptakan jin dan
manusia untuk hikmah ibadah kepada-Nya semata. Alloh subhanahu wata’ala
berfirman (yang artinya):
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Dalam sebuah hadits Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ
ثَلَاثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ
شَيْئًا.
“Sesungguhnya Alloh subhanahu wata’ala ridho terhadap kalian pada
tiga hal dan murka kepada kalian pada tiga hal, Dia ridho terhadap
kalian dengan kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu pun…. (HR. Muslim: 3236 –
Maktabah Syamilah)
2. Dengan ibadah, Alloh subhanahu wata’ala telah mengutus
seluruh rosul-Nya. Alloh azza wajalla berfirman (yang artinya):
Dan Kami tidak mengutus seorang rosul pun sebelum kamu melainkan
Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak
diibadahi) melainkan Aku, maka ibadahilah olehmu sekalian akan Aku.”
(QS. al-Anbiya’ [21]: 25)
3. Alloh subhanahu wata’ala menjadikan ibadah sesuatu yang
lazim (harus) ditunaikan oleh rosul-Nya sampai datang kematiannya
dan dengan ibadah itu pula Alloh telah menyifati para malaikat-Nya.
Alloh subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):
Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan
malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh
untuk mengibadahi-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu
bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (QS. al-Anbiya’
[21]: 19–20)
4. Alloh azza wajalla menyifati makhluk-makhluk pilihan-Nya
dengan ubudiyyah (penghambaan diri dengan ibadah kepada-Nya,
di mana Alloh menyebut mereka dengan sebutan
abdun atau
ibadun
yang berarti hamba yang beribadah kepada-Nya), Alloh menyebut kaum
mukminin yang bertaqwa dengan
hamba dan mencela mereka yang
sombong lagi congkak yaitu yang enggan beribadah kepada-Nya.
Dan hamba-hamba Alloh yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan. (QS. al-Furqon [25]: 63)
5. Alloh azza wajalla menyifati Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam rosul-Nya yang paling utama dengan sebaik-baik
keadaannya, yaitu sebagai seorang hamba bagi-Nya. Alloh
subhanahu wata’ala berfirman:
Mahasuci Alloh, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam…. (QS. al-Isro’ [17]: 1)
Bahkan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam pun sangat bangga
dengan apa yang Alloh sebutkan buat diri beliau dengan bersabda:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ
فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
“Janganlah kalian berlebihan dalam menyanjungku sebagaimana kaum
Nasrani menyanjung Isa putra Maryam, aku hanyalah hamba-Nya, sebutlah
aku ini hamba Alloh dan rosul-Nya.” (HR. al-Bukhori: 3189 –
Maktabah Syamilah)
Bila demikian keutamaan ibadah, dan bila Rosululloh shallallahu
‘alaihi wasallam sebagai imam para nabi dan rosul, manusia terbaik
pilihan Alloh subhanahu wata’ala bangga menghambakan diri kepada Alloh
azza wajalla dengan beribadah kepada-Nya, selayaknya manusia seperti
kita ini lebih bangga dengan beribadah kepada Alloh semata.
Memahami Makna
Ibadah
Ibadah secara umum adalah diperintahkan, sebagaimana kita telah
pahami, perhatikan perintah Alloh dalam QS. al-Baqoroh [2]: 21 di atas,
sehingga secara umum ibadah mencakup semua apa saja yang diperintahkan
oleh Alloh subhanahu wata’ala kepada hamba-Nya dan yang diperintahkan
oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya,
ini
yang pertama yang harus kita pahami.
Yang kedua, dalam sebuah ayat al-Qur’an Alloh
subhanahu wata’ala memerintahkan kita beramal sholih dan melarang kita
dari mempersekutukan-Nya dalam beribadah kepada-Nya. Alloh subhanahu
wata’ala berfirman (yang artinya):
Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu,
yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya ilah (yang berhak
diibadahi) kamu itu adalah Ilah yang Esa. Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan Robbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
sholih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah
kepada Robbnya.” (QS. al-Kahfi [18]: 110)
Sedangkan amal sholih adalah
ihsan (seluruh perbuatan
hasanah/baik) yang diperintahkan untuk kita amalkan dan
Alloh subhanahu wata’ala memuji pelakunya. Ihsan itu sendiri mencakup
apa saja yang Alloh azza wajalla dan Rosululloh shallallahu ‘alaihi
wasallam cintai, baik berupa hal-hal yang diperintahkan dengan perintah
wajib maupun yang
mustahab (disukai dan dianjurkan).
Alloh azza wajalla berfirman (yang artinya):
Sesungguhnya Alloh menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Alloh melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. an-Nahl
[16]: 90)
Alloh subhanahu wata’ala mencintai dan meridhoi amalan hasanah
sehingga Dia azza wajalla memerintah kita menunaikannya, demikian juga
Rosululloh mencintai dan meridhoi amalan hasanah sehingga beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam pun memerintah umatnya untuk menunaikannya.
Yang ketiga, kita ketahui bahwa perbuatan hasanah
yang Alloh subhanahu wata’ala cintai dan yang Rosululloh shallallahu
‘alaihi wasallam cintai berdasarkan dalil-dalil yang ada meliputi ucapan
lisan, amalan
jawarih (perbuatan-perbuatan anggota badan)
maupun aqidah (keyakinan-keyakinan dalam hati). Perhatikanlah
dalil-dalil berikut; Alloh azza wajalla berfirman (yang artinya):
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Robb kami ialah
Alloh”, kemudian mereka tetap istiqomah maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (QS.
al-Ahqof [46]: 13)
Dalam sebuah hadits Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي
الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
“Ada dua kata yang ringan diucapkan oleh lisan namun berat di
timbangan (amal) dan dicintai oleh ar-Rohman (Alloh), ialah ucapan
‘Subhanallohil ‘Azhim’ dan ucapan ‘Subhanallohi wabihamdih’.” (Muttafaqun
‘alaih)
Ayat dan hadits di atas menunjukkan hasanah berupa ucapan lisan.
Dalam sebuah ayat lainnya Alloh azza wajalla berfirman (yang
artinya):
Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta
orang-orang yang ruku’. (QS. al-Baqoroh[2]: 43)
Ayat di atas menunjukkan hasanah berupa perbuatan jawarih.
Dan dalam ayat lain Alloh azza wajalla berfirman (yang artinya):
… akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Alloh, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi …. (QS.
al-Baqoroh [2]: 177)
Ayat di atas menunjukkan hasanah berupa amalan hati yaitu keyakinan
dalam hati. Dari uraian dalil-dalil yang tersebut di atas diketahui
bahwa hasanah meliputi amalan yang lahir (amalan jawarih maupun amalan
lisan) maupun yang batin (keyakinan dalam hati).
Dari tiga hal yang telah kita pahami di atas kita bisa
menarik sebuah kesimpulan tentang makna ibadah, bahwa ibadah
adalah sebuah istilah untuk menyebut segala apa yang Alloh subhanahu
wata’ala cintai dan ridhoi, berupa ucapan-ucapan maupun
perbuatan-perbuatan (perbuatan jawarih maupun perbuatan hati) baik yang
tampak maupun yang tersembunyi, yang lahir maupun yang batin.
Menurut makna tersebut, semua amalan hati dan amalan jawarih maupun
ucapan-ucapan lisan, selama ia dicintai dan diridhoi Alloh subhanahu
wata’ala, termasuk dalam sebutan ibadah. Dengan ungkapan lain bahwa
ibadah ialah seluruh ketaatan, berupa menunaikan perintah dan
meninggalkan larangan baik berupa ucapan maupun perbuatan, lahir maupun
batin.
Jadi, ibadah tidak terbatas pada beberapa ritual tertentu yang erat
hubungannya dengan masjid semata, seperti hanya sholat dan membaca
al-Qur’an, melainkan semua gerak-gerik dan suara yang keluar dari lisan,
bahkan apa yang ada dalam hati pun bisa termasuk ibadah. Akhirnya, kita
memohon kepada Alloh azza wajalla Dzat
muqollibal qulub (yang
membolak-balikkan hati) hamba-Nya, semoga Alloh menganugerahkan
istiqomah ke dalam hati kita sehingga akan istiqomah pula jawarih
termasuk lisan kita,
Aamiin.
Wallohu A’lam bish-showab.